Jakarta - Tim Nasional Siaran Digital menolak mentah-mentah tawaran teknologi sistem siaran televisi digital dari Jepang. Penolakan tersebut langsung disampaikan dihadapan sejumlah pejabat penting Jepang yang langsung datang dari Tokyo.
"Mereka (pihak Jepang) terlambat," ujar Direktur Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi, Widiatnyana Merati, kepada wartawan di hotel Sari Pan Pacific Jakarta, Rabu (28/2/2007).
Menurut Widiatnyana, Tim Nasional Siaran Digital sudah sejak dua tahun lalu mengundang dan memberikan peluang kepada sejumlah negara yang memiliki teknologi siaran digital.
"Tetapi yang merespon hanya teknologi Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVB-T) dari Eropa," ujarnya.
Sehingga, menurut WIdiatnyana yang menjabat sebagai ketua pada tim nasional tersebut, pihaknya akan memberikan rekomendasi kepada Presiden dan Departemen Kominfo terkait dengan penggunaan teknologi Eropa ketimbang teknologi lain untuk siaran digital di Indonesia.
Alasan lain penolakan teknologi Jepang tersebut adalah terkait dengan masalah royalti. "Lagipula royalti teknologi (siaran digital) Jepang mahal. Lebih mahal daripada Eropa," papar Widiatnyana.
Menurutnya, mahalnya royalti tersebut lantaran teknologi Jepang tersebut baru dipakai di negara Brazil dan Jepang sendiri. "Kalau teknologi Eropa, sudah diimplementasikan di banyak Negara, sehingga royalti lisensi lebih murah," tandasnya.
Paparan Widiyatnyana tersebut langsung disampaikan di sejumlah pakar, pejabat penting dan media massa dari negara matahari terbit tersebut. Pihak dari Jepang tersebut mengusung teknologi siaran digital yang bertajuk 'Integrated Service Digital Broadcasting - Terrestrial (ISDB-T).
Beberapa pakar dan pejabat penting Jepang yang hadir antara lain Direktur Penyiaran Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Akira Okubo, Ketua Kelompok pakar Siaran Digital Yasuo Takahashi, Executive Engineer TV ASAHI Yoshiki Maruyama, VP Sharp Corp Hiroshi Mizutani dan Senior Research Engineer NHK Kenichi Tsuchida.
Meskipun demikian, Widiyatnyana menegaskan bahwa standarisasi siaran digital yang dilakukan pihaknya adalah hanya untuk industri digital rumahan. "Silakan saja jika pihak Jepang ingin menawarkan teknologinya ke industri lain misalnya ke industri mobile," ujar Widiyatnyana mengusulkan.
Menurut Akira Okubo, mereka memang terlambat dalam mengimplementasikan siaran digital ketimbang Eropa dan Amerika. "Tetapi setelah 10 bulan (siaran digital) meluncur (di Jepang), produk ponsel TV dan TV mobile terjual 3 juta unit," ujar Akira menandaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mengatakan....